Senin, 08 September 2008

UU No 9 th 1990

Undang Undang No. 9 Tahun 1990 
Tentang : Kepariwisataan 
  
 
Oleh    :  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
Nomor  :  9 TAHUN 1990 (9/1990) 
Tanggal  :  18 OKTOBER 1990 (JAKARTA) 
Sumber  :  LN 1990/78; TLN NO. 3427 
 
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
 
Presiden Republik Indonesia, 
 
 
 
Menimbang: 
 
a.  bahwa keadaan alam, flora dan fauna, peninggalan purbakala, 
     peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang dimiliki bangsa 
     Indonesia merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi 
     usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan; 
 
b.  bahwa kepariwisataan mempunyai peranan penting untuk memperluas 
     dan memeratakan  kesempatan berusaha dan lapangan kerja, 
     mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional 
     dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat 
     serta memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan  
     nasional dan memantapkan pembinaannya dalam rangka 
     memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persahabatan antar 
     bangsa; 
 
c.  bahwa dalam rangka pengembangan dan peningkatan kepariwisataan, 
     diperlukan langkah-langkah pengaturan yang semakin mampu  
     mewujudkan keterpaduan dalam kegiatan penyelenggaraan 
     kepariwisataan, serta memelihara kelestarian dan mendorong upaya 
     peningkatan mutu lingkungan hidup serta objek dan daya tarik wisata; 
 
d.  bahwa tunjuk mewujudkan pengembangan dan peningkatan 
     sebagaimana dimaksud di atas, dipandang perlu menetapkan 
     ketentuan mengenai kepariwisataan dalam suatu Undang-undang; 
 
 Mengingat: 
 
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 
1945; 
 
 Dengan Persetujuan 
  DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 
 
 
MEMUTUSKAN: 
 
 Menetapkan: 
 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPARIWISATAAN. 
 
 
BAB I 
KETENTUAN UMUM 
 
  Pasal 1 
 
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 
 
1.  wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara       sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata; 
 
2.  wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata; 
 
3.  pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan          objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut; 
 
4.  kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan             
     pariwisata; 
 
5.  usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau       
     menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata,dan
     usaha lain yang terkait di bidang tersebut; 
 
6.  objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata; 
 
7.  kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan 
     untuk memenuhi kebutuhan pariwisata; 
 
8.  menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kepariwisataan; 
 
  
BAB II 
ASAS DAN TUJUAN 
 
  Pasal 2 
 
Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri. 
 
 Pasal 3 
 
Penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan : 
 
a.  memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya 
     tarik wisata; 
 
b.  memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; 
 
c.  memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; 
 
d.  meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan 
     kemakmuran rakyat; 
 
e.  mendorong pendayagunaan produksi nasional. 
 
 BAB III 
OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA 
 
  Pasal 4 
 
(1)  Objek dan daya tarik wisata terdiri atas : 
 
a.  objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, 
     serta flora dan fauna; 
 
b.  objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan 
     purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata 
     petualangan alam, taman rekreaksi, dan tempat hiburan. 
 
(2)  Pemerintah menetapkan objek dan daya tarik wisata selain sebagaimana dimaksud dalam 
     ayat (1) huruf b. 
 
   Pasal 5 
 
Pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelota, dan membuat objek-objek baru sebagai objek dan daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. 
  
Pasal 6 
 
Pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan : 
 
a.  kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial 
     budaya; 
 
b.  nilai-nilai agama, adat-istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam
     masyarakat; 
 
c.  kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; 
 
d.  kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri. 
 
  
BAB IV 
USAHA PARIWISATA 
 
 Bagian Pertama 
Penggolongan Usaha 
 
 Pasal 7 
 
Usaha pariwisata digolongkan ke dalam: 
  a.  usaha jasa pariwisata; 
  b.  pengusahaan objek dan daya tarik wisata; 
  c.  usaha sarana pariwisata. 
 
 Bagian Kedua 
  Usaha Jasa Pariwisata 
  
Pasal 8 
 
Usaha jasa pariwisata meliputi penyediaan jasa perencanaan, jasa pelayanan, dan jasa penyelenggaraan pariwisata. 
 
 Pasal 9 
 
(1)  Usaha jasa pariwisata dapat berupa jenis-jenis usaha: 
 
  a.  jasa biro perjalanan wisata; 
  b.  jasa agen perjalanan wisata; 
  c.  jasa pramuwisata; 
  d.  jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran; 
  e.  jasa impresariat; 
  f.  jasa konsultan pariwisata, 
  g.  jasa informasi pariwisata. 

(2)  Pemerintah dapat menetapkan jenis usaha jasa pariwisata selain sebagaimana dimaksud 
       dalam ayat (1). 
     
Pasal 10 
 
(1)  Usaha jasa pariwisata dilaksanakan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum 
       Indonesia. 
 
(2)  Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam melakukan kegiatan usahanya 
        harus berdasarkan ijin. 
 
(3)  Syarat-syarat usaha jasa pariwisata dan ketentuan lain mengenai pelaksanaan kegiatan 
       usaha jasa pariwisata diatur lebih lanjut oleh Menteri. 
 
   Pasal 11 
 
Usaha jasa biro perjalanan wisata merupakan usaha penyediaan jasa perencanaan dan/atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan wisata. 
 
 Pasal 12 
 
(1)  Usaha jasa impresariat merupakan kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan, baik 
       yang berupa mendatangkan, mengirim maupun mengembalikannya, serta menentukan 
       tempat, waktu, dan jenis hiburan. 
 
(2)  Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bidang seni dan olahraga. 
 
(3)  Penyelenggaraan usaha jasa impresariat dilakukan dengan memperhatikan nilai-nilai                    agama,  budaya bangsa, kesusilaan, dan ketertiban umum. 
 
Pasal 13 
 
(1)  Usaha jasa informasi pariwisata merupakan usaha penyediaan informasi, penyebaran, dan 
       pemanfaatan informasi kepariwisataan. 
 
(2)  Penyediaan, penyebaran, dan pemanfaatan informasi kepariwisataan dapat juga dilakukan 
       oleh masyarakat. 
 
   Pasal 14 
 
Usaha jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran meliputi jasa perencanaan, penyediaan fasilitas, jasa pelayanan, jasa penyelenggaraan konvensi, perjalanan insentif, dan pameran. 
 
  
Bagian Ketiga 
Pengusahaan Objek dan Daya Tarik Wisata 
 
 Pasal 15 
 
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang diperlukan atau kegiatan mengelola objek dan daya tarik wisata yang telah ada. 
  
Pasal 16 
 
(1)  Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam 
  a.  pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam; 
  b.  pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya; 
  c.  pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus; 
 
(2)  Pemerintah dapat menetapkan jenis pengusahaan objek dan daya tarik wisata yang termasuk di dalam tiap-tiap kelompok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 
 
   Pasal 17 
 
(1)  Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh badan usaha atau 
       perseorangan. 
(2)  Badan usaha atau perseorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam melakukan 
       kegiatan usahanya harus berdasarkan ijin. 
(3)  Syarat-syarat pengusahaan objek dan daya tarik wisata dan ketentuan lain mengenai 
       pelaksanaan kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata diatur lebih lanjut oleh 
       Pemerintah. 
 
   Pasal 18 
 
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya untuk dijadikan sasaran wisata. 
 
 Pasal 19 
 
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya merupakan usaha pemanfaatan seni budaya bangsa untuk dijadikan sasaran wisata. 
 
 Pasal 20 
 
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan potensi seni budaya bangsa untuk menimbulkan daya tarik dan minat khusus sebagai sasaran wisata. 
 
 Pasal 21 
 
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata yang berintikan kegiatan yang memerlukan pengamanan terhadap keselamatan wisatawan, kelestarian dan mutu lingkungan, atau ketertiban dan ketenteraman masyarakat diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
 
 Bagian Keempat 
Usaha Sarana Pariwisata 
 
 Pasal 22 
 
Usaha sarana pariwisata meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan dan penyediaan fasilitas, serta pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata. 
 
  Pasal 23 
 
(1)  Usaha sarana pariwisata dapat berupa jenis-jenis usaha: 
  a.  penyediaan akomodasi 
  b.  penyediaan makan dan minum; 
  c.  penyediaan angkutan wisata; 
  d.  penyediaan sarana wisata tirta; 
  e.  kawasan pariwisata. 
 
(2)  Pemerintah dapat menetapkan jenis usaha sarana pariwisata selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 
 
   Pasal 24 
 
(1)  Usaha sarana pariwisata dapat dilakukan oleh badan usaha atau perseorangan. 
(2)  Badan usaha atau perseorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat  (1) dalam melakukan 
        kegiatan usahanya harus berdasarkan ijin, kecuali beberapa jenis usaha yang berupa usaha           rumah tangga. 
(3)  Syarat-syarat bagi usaha sarana pariwisata dan ketentuan lain mengenai pelaksanaan 
        kegiatan usaha sarana periwisata diatur lebih lanjut oleh Menteri. 
 
   Pasal 25 
 
(1)  Usaha penyediaan akomodasi merupakan usaha penyediaan kamar dan fasilitas yang lain 
       serta pelayanan yang diperlukan. 
(2)  Usaha penyediaan setiap jenis akomodasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan 
       atas kriteria yang disusun menurut jenis dan tingkat fasilitas yang disediakan. 
 
   Pasal 26 
 
(1)  Usaha penyediaan makan dan minum merupakan usaha pengelolaan, penyediaan, dan 
       pelayanan makanan dan minuman. 
(2)  Usaha penyediaan makan dan minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat 
       dilakukan sebagai bagian dari penyediaan akomodasi ataupun sebagai usaha yang berdiri              sendiri. 
(3)  Dalam kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat pula diselenggarakan 
       pertunjukan atau hiburan. 
     
Pasal 27 
 
(1)  Usaha penyediaan angkutan wisata merupakan usaha khusus atau sebagian dari usaha 
       dalam rangka penyediaan angkutan pada umumnya. 
 
(2)  Usaha penyediaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh 
       usaha angkutan khusus wisata, atau usaha angkutan umum yang menyediakan juga 
       angkutan khusus wisata, atau usaha angkutan umum yang dapat dipergunakan                     
       sebagai angkutan wisata. 
 
   Pasal 28 
 
(1)  Usaha penyediaan sarana wisata tirta merupakan usaha yang kegiatannya menyediakan              dan mengelola prasarana dan sarana serta jasa-jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan        wisata tirta. 
 
(2)  Usaha penyediaan sarana wisata tirta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat 
       dilakukan di laut, sungai, danau, rawa, dan waduk. 
 
   Pasal 29 
 
(1)  Usaha kawasan pariwisata merupakan usaha yang kegiatannya membangun atau mengelola 
       kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. 
 
(2)  Penetapan suatu kawasan sebagai kawasan pariwisata dilakukan oleh Pemerintah sesuai 
       dengan tata ruang kawasan dan berdasarkan rencana pengembangan kepariwisataan. 
   
  
BAB V 
PERAN SERTA MASYARAKAT 
 
  Pasal 30 
 
(1)  Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta 
       dalam penyelenggaraan kepariwisataan. 
 
(2)  Dalam rangka proses pengambilan keputusan, Pemerintah dapat mengikutsertakan 
       masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melalui penyampaian saran, pendapat, 
       dan pertimbangan. 
 
(3)  Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih 
       lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
 
    
BAB VI 
PEMBINAAN 
 
 Pasal 31 
 
(1)  Pemerintah melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk pengaturan,                            pemberian bimbingan, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan. 
 
(2)  Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan 
       Peraturan Pemerintah. 
 
   Pasal 32 
 
(1)  Pembinaan kepariwisataan diarahkan untuk mewujudkan dan memelihara kelestarian serta 
       keutuhan objek dan daya tarik wisata. 
 
(2)  Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga termasuk penyediaan kawasan 
       pariwisata dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk ikut serta 
       dalam pembangunan, pengembangan, pengelolaan, dan pemilikan kawasan pariwisata. 
 
 Pasal 33 
 
(1)  Dalam pembinaan kepariwisataan, termasuk pembinaan terhadap pendidikan tenaga 
       kepariwisataan yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli dan tenaga            terampil di bidang kepariwisataan. 
(2)  Pendidikan tenaga kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan 
       bagian dari Sistem Pendidikan Nasional. 
 
   
BAB VII 
PENYERAHAN URUSAN 
 
 Pasal 34 
 
(1)  Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang penyelenggaraa 
       kepariwisataan  kepada Pemerintah Daerah. 
 
(2)  Ketentuan mengenai  penyerahan sebagian urusan di bidang penyelengaraan                                  kepariwisataan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
 
   BAB VIII 
KETENTUAN PIDANA 
  
Pasal 35 
 
(1)  Barangsiapa melakukan perbuatan melawan hak, dengan sengaja merusak, mengurangi; 
       mengurangi nilai, memisahkan, atau membuat tidak dapat berfungsi atau tidak dapat
       berfungsinya secara sempurna suatu objek dan daya tarik wisata, atau bangunan obyek dan 
       daya tarik wisata, atau bagian dari bangunan objek dan daya tarik wisata, dipidana dengan 
       pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya                                    Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 
 
(2)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi ancaman pidana yang 
       ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup, benda cagar        budaya, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, perikanan, dan Undang-              undang yang lainnya. 
  
Pasal 36 
 
Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 
  
Pasal 37 
 
Barangsiapa karena kelalaiannya merusak atau mengakibatkan terganggunya keseimbangan atau mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran kegiatan yang menjadi objek dan daya tarik wisata dalam wisata budaya dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau 
denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 
 
  Pasal 38 
 
Barangsiapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan Pasal 12 dan Pasal 35 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 
 
  Pasal 39 
 
(1)  Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 adalah kejahatan. 
 
(2)  Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 adalah pelanggaran. 
 
 
    BAB IX 
KETENTUAN PENUTUP 
 
 Pasal 40 
 
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 
 
Disahkan di Jakarta 
pada tanggal 18 Oktober 1990 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
 
SOEHARTO 
 
Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 18 Oktober 1990 
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA 
REPUBLIK INDONESIA 
 
MOERDIONO 


__________________________________________________________

PENJELASAN ATAS :   UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 
9 TAHUN 1990 
TENTANG     :  KEPARIWISATAAN 
 
 
 
UMUM 
 
Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, dan sumber daya buatan. Sumber daya alam dan buatan yang dapat dijadikan objek  dan daya tarik wisata berupa keadaan alam, flora dan fauna, hasil karya manusia, serta peninggalan sejarah dan budaya yang merupakan modal bagi pengembangan dan peningkatan kepariwisataan di Indonesia.  Modal tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional 
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan  kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan objek dan daya tarik wisata di Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa. Untuk mencapai keberhasilan penyelenggaraan kepariwisataan dimaksud, diperlukan langkah-langkah yang serasi antar semua pihak yang terkait, baik Pemerintah maupun masyarakat, sehingga terwujud keterpaduan lintas sektoral. 

Dalam usaha mengembangkan dan meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan, dilakukan pembangunan objek dan daya tarik wisata, baik dalam bentuk mengusahakan objek dan daya tarik wisata yang sudah ada maupun membuat objek-objek baru sebagai objek dan daya tarik wisata. Penyelenggaraan kepariwisataan tersebut dilaksanakan dengan tetap memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta objek dan daya tarik wisata itu sendiri, nilai-nilai budaya bangsa yang menuju ke arah kemajuan adab, mempertinggi derajat kemanusiaan, kesusilaan, dan ketertiban umum guna memperkukuh jati diri bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. Oleh karena itu, pembangunan 
objek dan daya tarik wisata tersebut tetap harus dilakukan dengan memperhatikan : 
 
a.  kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan 
     sosial budaya; 
b.  nilai-nilai agama, adat-istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam 
     masyarakat; 
c.  kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; 
d.  kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri. 

Karena sifatnya yang luas dan menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan, penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah, badan usaha, dan masyarakat. Peran serta masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya di dalam penyelenggaraan kepariwisataan ini memegang peranan penting demi terwujudnya pemerataan pendapatan dan pemerataan kesempatan berusaha. Dalam kaitannya dengan peran serta masyarakat tersebut, perlu diberikan arahan agar pelaksanaan berbagai usaha pariwisata 
yang dilakukan dapat saling mengisi, saling berkaitan, dan saling menunjang satu dengan yang lainnya. Untuk mencapai maksud tersebut, Pemerintah melakukan pembinaan 
terhadap kegiatan kepariwisataan, yaitu dalam bentuk pengaturan, pemberian bimbingan, dan pengawasan. 
Kegiatan-kegiatan kepariwisataan yang menyangkut aspek pembangunan, pengusahaan, dan kebijakan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah serta perkembangan yang begitu pesat di bidang kepariwisataan perlu diikuti dengan pengaturan yang sesuai dengan aspirasi bangsa Indonesia. Begitu juga pengelolaan kawasan pariwisata yang banyak dibangun di berbagai 
wilayah perlu mendapat pengamanan agar tidak terjadi ketimpangan terhadap masyarakat di sekitarnya, tetapi dapat mewujudkan adanya keserasian dan keseimbangan.Undang-undang kepariwisataan yang bersifat nasional dan menyeluruh sangat diperlukan sebagai dasar hukum dalam rangka pembinaan dan penyelenggaraan kepariwisataan, khususnya yang menyangkut objek dan daya tarik wisata, usaha pariwisata, peran serta masyarakat, serta pembinaannya. Undang-undang ini memberikan ketentuan yang bersifat pokok dalam penyelenggaraan kepariwisataan, sedangkan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
 
 
PASAL DEMI PASAL 
 
 Pasal 1 
Angka 1 
Unsur yang terpenting dalam kegiatan wisata adalah tidak bertujuan mencari nafkah. Tetapi, apabila disela-sela kegiatan mencari nafkah itu juga secara khusus dilakukan kegiatan wisata, bagian dari kegiatan tersebut dapat dianggap sebagai kegiatan wisata. 
 
Angka 2 
 
  Cukup jelas 
 
 Angka 3 
Dengan demikian, pengertian ini tidak hanya mengacu kepada orang yang melakukan kegiatan wisata tetapi juga meliputi objek dan daya tarik wisata dan usaha-usaha di bidang tersebut. 
 
Angka 4 
 
  Cukup jelas 
 
Angka 5 
 
  Cukup jelas 
 
Angka 6 
 
  Cukup jelas 
 
Angka 7 
 
  Cukup jelas 
 
Angka 8 
 
  Cukup jelas 
 
  
Pasal 2 
 
Penyelenggaraan kepariwisataan tetap memperhatikan dengan sungguh- sungguh asas-asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas usaha bersama dan kekeluargaan, asas adil dan merata, asas perikehidupan dalam keseimbangan, dan asas kepercayaan pada diri sendiri. Asas manfaat adalah bahwa pelaksanaan penyelenggaraan kepariwisataan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan 
kemakmuran rakyat. Asas usaha  bersama dan kekeluargaan adalah bahwa penyelenggaraan 
usaha kepariwisataan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi-aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan. Asas adil dan merata adalah bahwa hasil-hasil penyelenggaraan kepariwisataan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Asas perikehidupan dalam keseimbangan adalah bahwa penyelenggaraan kepariwisataan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga meningkatkan kehidupan sosial budaya serta hubungan antar manusia dalam upaya meningkatkan kehidupan berkebangsaan ataupun dalam kehidupan 
bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia. Asas kepercayaan terhadap diri sendiri adalah bahwa segala usaha dan kegiatan penyelenggaraan kepariwisataan harus mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan diri sendiri. Selain itu, penyelenggaraan kepariwisataan tetap harus dilakukan dalam rangka keseimbangan aspek 
material dan spiritual, khususnya bagi kehidupan bangsa Indonesia. 
  
Pasal 3 
 
  Cukup jelas 
 
Pasal 4 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
 
Pasal 5 
 
Dalam membangun objek dan daya tarik wisata tersebut harus diperhatikan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat, sosial budaya daerah setempat, nilai-nilai agama, adat-istiadat, lingkungan hidup, serta objek dan daya tarik wisata itu sendiri. Pembangunan objek dan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh Pemerintah, badan usaha, dan perseorangan. 
 
 Pasal 6 
 
  Cukup jelas 
  
Pasal 7 
 
Penyebutan urutan usaha pariwisata dalam pasal ini tidak berarti bahwa penempatan usaha yang satu lebih tinggi dari yang lain, tetapi mempunyai kedudukan yang sama dalam usaha pariwisata 
 
 Pasal 8 
 
  Cukup jelas 

 Pasal 9 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
  
Pasal 10 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (3) 
Syarat-syarat yang dimaksud dalam ayat ini adalah syarat-syarat untuk mendapatkan ijin usaha. 
 
 Pasal 11 
  Cukup jelas 
 
 Pasal 12 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (3) 
  Cukup jelas 
 
 
Pasal 13 
 
Ayat (1) 
Informasi kepariwisataan disusun dengan selengkap-lengkapnya dan secara terpadu sehingga mampu memberikan daya tarik untuk berwisata dan mampu memberikan kejelasan mengenai objek dan daya tarik wisata, kalender acara, kemudahan transportasi yang tersedia, adat-istiadat setempat, fasilitas-fasilitas kesehatan, pengamanan, penukaran uang, akomodasi, gastronomi, harga, dan tarif. 

Ayat (2) 
Termasuk ke dalam kegiatan penyediaan jasa informal pariwisata adalah kegiatan promosi dan pemasaran yang dapat dilakukan selain oleh badan usaha di bidang pariwisata dapat pula dilakukan oleh perseorangan atau kelompok sosial di dalam masyarakat. 
  
Pasal 14 
 
Usaha jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran merupakan usaha dengan kegiatan memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendekiawan, dan sebagainya) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama. Pada umumnya, kegiatan konvensi berkaitan dengan kegiatan usaha 
pariwisata yang lain, seperti transportasi, akomodasi, hiburan (entertainment), perjalanan pra- dan pascakonferensi (pre- and post conference tours). Perjalanan insentif merupakan suatu perjalanan yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan untuk para karyawan dan mitra 
usaha sebagai imbalan/penghargaan atas prestasi mereka. Perjalanan insentif tersebut dapat pula dikaitkan dengan penyelenggaraan pertemuan untuk membahas perkembangan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. 
Pameran merupakan suatu usaha menyebarluaskan informasi dan promosi hasil produksi. Penyelenggaraan pameran dapat dikaitkan dengan kegiatan konvensi yang ruang lingkupnya meliputi nasional, regional, dan internasional. 
 
 Pasal 15 
 
Membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata dapat dilakukan terhadap suatu objek yang telah ada misalnya keadaan alam, flora, dan fauna. Kegiatan serupa itu dapat pula berupa membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata sebagai objek dan daya tarik wisata yang sama sekali baru, dengan melengkapi prasarana dan sarana yang diperlukan misalnya atraksi wisata. 
 
Pasal 16 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
  Cukup jelas 
 
 Pasal 17 
 
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan badan usaha adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, swasta, dan koperasi. 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (3) 
  Cukup jelas. 
 
Pasal 18 
 
Termasuk ke dalam kelompok pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam adalah : 
a.  pengelolaan dan pemanfaatan taman nasional, antara lain :
Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Bali Barat, dan Taman Nasional Bromo Tengger; 
 
b.  pembangunan dan pengelolaan taman wisata, antara lain :
Taman Wisata Batu Raden serta Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan 
 
c.  pembangunan dan pengelolaan taman hutan raya, antara lain "
Taman Hutan Raya Curug Dago Bandung dan Kebon Raya Bogor; 
 
d.  pengelolaan taman laut, antara lain Taman Laut Takabonerate, 
Taman Laut Banda, dan Taman Laut Bunaken. 
 
 
 
Pasal 19 
 
Termasuk ke dalam kelompok pengusaha objek dan daya tarik wisata budaya 
adalah : 
a.  pengelolaan peninggalan sejarah, antara lain candi, keraton, 
dan prasasti; 
 
b.  pengelolaan dan/atau pembangunan museum antara lain 
Museum Wayang, Museum Kereta Api dan Museum Perangko; 
 
c.  pembangunan dan atau pengelolaan pusat-pusat kesenian dan 
budaya, antara lain sanggar tari, sanggar seni pentas, dan 
sanggar seni lukis; 
 
d.  pembangunan dan pengelolaan taman rekreasi, antara lain 
Taman Mini Indonesia Indah dan Taman Impian Jaya Ancol; 
 
e.  pembangunan dan pengelolaan tempat hiburan, antara lain 
Wayang Orang Sriwedari; 
 
f.  pembangunan dan pengelolaan taman satwa, antara lain kebun 
binatang, Taman Safari, dan Taman Buaya; 
 
g.  pengelolaan monumen, antara lain Monumen Nasional, 
monumen perjuangan, dan Monumen Yogya Kembali. 
 
Pasal 20 
 
Termasuk ke dalam kelompok pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus adalah : 
a.  pengelolaan lokasi-lokasi wisata buru, antara lain berburu babi hutan dan berburu rusa; 
 
b.  pengelolaan wisata agro, antara lain perkebunan teh, perkebunan coklat, perkebunan kopi,dan perkebunan bunga; 
   
c.  pembangunan dan pengelolaan wisata tirta, antara lain hotel apung, dermaga marina, dan olahraga air; 
 
d.  pengelolaan lokasi-lokasi wisata petualangan alam, antara lain mendaki gunung, dan menelusuri sungai air deras; 
   
e.  pembangunan dan pengelolaan wisata gua, antara lain Gua Lawa dan Jatijajar; 
 
f.  pembangunan dan pengelolaan wisata kesehatan, antara lain sumber air panas mineral dan tempat pembuatan jamu; 
 
g.  pemanfaatan pusat-pusat dan tempat-tempat budaya, industri. dan kerajinan, antara lain desa industri dan padepokan seni tari. 

Pasal 21 
 
Beberapa kegiatan pariwisata, seperti wisata petualangan alam, baik di darat maupun di laut, seringkali mengudang risiko yang tinggi bagi keselamatan wisatawan. Demikian  pula pengusahaan objek dan daya tarik wisata tertentu, seperti kunjungan untuk melihat satwa liar misalnya komodo. 
Kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata buru juga perlu pengamanan agar tidak merusak kelestarian dan keseimbangan yang bersangkutan dengan habitatnya. Begitu pula, kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata yang menggunakan sistem sosial tertentu sebagai  sasaran, apabila tidak dilakukan secara hati-hati, seringkali menimbulkan 
permasalahan dengan masyarakat yang bersangkutan. 
 
 Pasal 22 
  Cukup jelas 
 
 Pasal 23 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
 
Pasal 24 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
Pada dasarnya, usaha sarana pariwisata ini diselenggarakan berdasarkan ijin usaha. Namun, beberapa usaha seperti penyewaan rumah atau bagian rumah kepada para wisatawan untuk waktu tertentu yang biasa dikenal sebagai pondok wisata (home stay), dikecualikan dari kewajiban untuk memiliki ijin usaha tersebut. Termasuk ke dalam golongan ini adalah usaha penyelenggaraan  warung sebagai usaha keluarga yang sekedar menyajikan makan dan 
atau minuman. Begitu pula halnya dengan penyewaan kendaraan bermotor pribadi kepada para wisatawan. Sekalipun terhadap usaha-usaha kecil tersebut di atas dikecualikan dari kewajiban untuk memiliki ijin usaha, dalam rangka menumbuhkan iklim dan mutu pariwisata yang baik dan semakin meningkat, terhadapnya tetap dilakukan pembinaan. Untuk keperluan pembinaan tersebut, dapat dilakukan pencacahan atau pendaftaran, tanpa memungut biaya. 

Ayat (3) 
Syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah syarat- syarat untuk mendapatkan ijin usaha. 
  
Pasal 25 
 
Ayat (1) 
Usaha penyediaan akomodasi, antara lain berupa hotel dengan  tanda bintang dan melati, pondok wisata, penginapan remaja, bumi perkemahan, dan karavan (akomodasi yang dikaitkan dengan kendaraan), kecuali akomodasi yang tidak komersial. Termasuk ke dalam fasilitas akomodasi, antara lain ruang pertemuan, ruang makan dan minum, fasilitas cucian, penukaran uang, kolam renang, fasilitas olahraga, fasilitas kesegaran jasmani, fasilitas untuk anak bermain, 
dan pertokoan. Termasuk ke dalam pelayanan, antara lain dapat berupa pelayanan informasi, pelayanan telekomunikasi, pelayanan angkutan, dan pelayanan administrasi untuk keperluan bisnis. 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
 Pasal 26 
Ayat (1) 
Usaha penyediaan makan dan minum dapat berupa usaha di bidang restoran, rumah makan,jasa boga, dan kedai makan. 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (3) 
Di dalam penyelenggaraan usaha makan dan minum tersebut dapat juga diselenggarakan pertunjukan, antara lain dalam bentuk seni budaya, terutama seni traditional 
 
 Pasal 27 
Ayat (1) 
Sebagai bagian dari penyediaan angkutan pada umumnya, usaha tersebut tidak terlepas dari ketentuan yang diberlakukan terhadap penyelenggaraan usaha angkutan. 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
  
Pasal 28 
Ayat (1) 
Usaha penyediaan sarana wisata tirta dapat berupa usaha pembangunan dan pengelolaan dermaga serta fasilitas olahraga air untuk keperluan olahraga selancar air, selancar angin, berlayar, menyelam, dan memancing. 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
 Pasal 29 
Ayat (1) 
Di dalam kawasan pariwisata dibangun objek dan daya tarik wisata serta prasarana dan sarana pariwisata. Kawasan pariwisata tidak perlu diartikan sebagai suatu kawasan yang bersifat khusus dalam arti eksklusif, apalagi bersifat tertutup. Kawasan serupa itu harus tetap 
merupakan kawasan yang sifatnya terbuka, yang tujuannya adalah mengembangkan suatu kawasan sebagai tujuan wisata. 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
  
Pasal 30 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
Saran, pendapat, dan pertimbangan masyarakat diberikan dalam rangka proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyelenggaraan kepariwisataan. 

Ayat (3) 
 
  Cukup jelas 
  
Pasal 31 
 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
Yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ayat ini termasuk ketentuan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan keamanan kepada wisatawan, seperti asuransi. 
  
Pasal 32 
 
Ayat (1) 
Termasuk ke dalam pembinaan terhadap objek dan daya tarik wisata di dalam pasal ini adalah juga pembinaan terhadap seni budaya dan para seniman itu sendiri, sesuai dengan ketentuan 
perundangundangan yang berlaku. 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
 Pasal 33 
 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
 
Pasal 34 
 
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan penyerahan sebagian urusan di bidang penyelenggaraan kepariwisataan kepada Pemerintah Daerah adalah penyerahan urusan sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah. 
 
Ayat (2) 
 
  Cukup jelas 
 
  
Pasal 35 
Ayat (1) 
 
  Cukup jelas 
 
Ayat (2) 
Perbuatan pidana, seperti merusak atau mematikan sumber mata air dalam taman hutan, diancam pidana berdasarkan ketentuan perundangan-undangan mengenai lingkungan hidup, perikanan, serta konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam hal 
taman hutan tersebut, yang kemudian berdasarkan Undang-undang ini dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata, kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut juga berarti merusak atau menjadikan tidak berfungsi atau tidak berfungsinya dengan sempurna 
taman hutan yang bersangkutan sebagai objek dan daya tarik wisata. Dalam hal ini, terhadap perbuatan pidana tersebut diancam pula dengan pidana yang diatur dalam Undang-undang ini. 
 
 Pasal 36 
 
  Cukup jelas 
 
 Pasal 37 
  Cukup jelas 
  
Pasal 38 
  Cukup jelas 
 
  Pasal 39 
Cukup jelas 
  
Pasal 40 
Cukup jelas 
______________________________________ 
 
 
 

Tidak ada komentar: