Bali Tourism Watch: Ekowisata sebagai Wahana Pelestarian Alam
March 10, 2007 at 1:17 am (Artikel Pariwisata)
Oleh: I Nengah Subadra, S.S., M.Par.
Dosen Akademi Pariwisata Triatma Jaya-Dalung
Perkembangan dalam sektor kepariwisataan pada saat ini melahirkan konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara aktif membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan yaitu; ekonomi masyarakat, lingkungan, dan sosial-budaya. Pengembangan pariwisata alternatif berkelanjutan khususnya ekowisata merupakan pembangunan yang mendukung pelestarian ekologi dan pemberian manfaat yang layak secara ekonomi dan adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat.
Ekowisata merupakan salah satu produk pariwisata alternatif yang mempunyai tujuan seiring dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu pembangunan pariwisata yang secara ekologis memberikan manfaat yang layak secara ekonomi dan adil secara etika, memberikan manfaat sosial terhadap masyarakat guna memenuhi kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian kehidupan sosial-budaya, dan memberi peluang bagi generasi muda sekarang dan yang akan datang untuk memanfaatkan dan mengembangkannya.
Menurut The International Ecotourism Society (2002) dalam www.world-toirism.org.omt/ecotourism2002.html mendifinisikan ekowisata sebagai berikut: Ecotourism is “responsible travel to natural areas that conserves the environment and sustains the well-being of local people.” Dari definisi ini, disebutkan bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata yang berbasiskan alam yang mana dalam kegiatannya sangat tergantung kepada alam, sehingga lingkungan, ekosistem, dan kerifan-kearifan lokal yang ada di dalamnya harus dilestarikan keberadaanya.
Ekowisata merupakan suatu kegiatan wisata berbasis alam yang informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk berinteraksi langsung dengan alam, mengetahui habitat dan ekosistem yang ada dalam suatu lingkungan hidup, memberikan manfaat ekonomi kepada lingkungan untuk pelestarian lingkungan hidupnya, menyediakan lapangan kerja dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal guna meningkatkan taraf hidupnya, dan menghormati serta melestarikan kebudayaan masyarakat lokal.
Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan, 2003). Ekowisata memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk menikmati keindahan alam dan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang pantingnya berbagai ragam mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang berkembang di kawasan tersebut. Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai obyek wisata ekowisata dan menghasilkan keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat setempat.
Drumm (2002) menyatakan bahwa ada enam keuntungan dalam implementasi kegiatan ekowisata yaitu: (1) memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan yang dijadikan sebagai obyek wisata; (2) menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan; (3) memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para stakeholders; (4) membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan internasional; (5) mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan; dan (6) mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di obyek wisata tersebut. Atraksi ekowisata dapat berupa satu jenis kegiatan wisata atau merupakan gabungan atau kombinasi kegiatan wisata seperti; flora dan fauna, marga satwa, formasi geomorfologi yang spektakuler dan manifestasi budaya yang unik yang berhubungan dengan konteks alam.
Pengembangan ekowisata juga tidak bisa terlepas dari dampak-dampak negatif seperti; tertekannya ekosistem yang ada di obyek ekowisata apabila dikunjungi wisatawan dalam jumlah yang banyak dan konflik kepentingan antara pengelola atau operator ekowisata dengan masyarakat lokal terutama mengenai pembagian keuntungan dan aksesibilitas. Untuk mengantisipasi dampak negatif dari pengembangan wisata, perlu pendekatan daya dukung dalam pengelolaan ekowisata sesuai dengan batas-batas kewajaran. Daya dukung ekowisata dipengaruhi faktor motivasi wisatawan dan faktor lingkungan biofisik lokasi ekowisata. Daya dukung ekowisata tidak hanya terbatas pada jumlah kunjungan, namun juga meliputi aspek-aspek lainnya seperti : (1) kapasitas ekologi yaitu kemampuan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan wisatawan; (2) kapasitas fisik yaitu kemampuan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan wisatawan; (3) kapasitas sosial yaitu kemampuan daerah tujuan untuk menyerap pariwisata tanpa menimbulkan dampak negatif pada masyarakat lokal; (4) dan kapasitas ekonomi yaitu kemampuan daerah tujuan untuk menyerap usaha-usaha komersial namun tetap mewadahi kepentingan ekonomi lokal.
Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing pelaku ekowisata yaitu; industri pariwisata, wisatawan, masyarakat lokal, pemerintah dan instansi non pemerintah, dan akademisi. Para pelaku ekowisata mempunyai peran dan karakter tersendiri yaitu: (1) industri pariwisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri pariwisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan keberlanjutan pariwisata dan mempromosikan serta menjual program wisata yang berhubungan dengan flora, fauna, dan alam; (2) wisatawannya merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan; (3) masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan, penerapan dan pengawasan pembangunan, dan pengevaluasian pembangunan; (4) pemerintah berperan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang mengatur tentang pembangunan fasilitas ekowisata agar tidak terjadi eksploitasi terhadap lingkungan yang berlebihan; (5) akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinsi yang dituangkan dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya. Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan dapat berhasil apabila karakter atau peran yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekowisata dimainkan sesuai dengan perannya, bekerjasama secara holistik di antara para stakeholders, memperdalam pengertian dan kesadaran terhadap pelestarian alam, dan menjamin keberlanjutan kegiatan ekowisata tersebut. (France, 1997).
Lebih lanjut Drumm (2002) menyatakan bahwa dalam pengembangan ekowisata harus: (1) memiliki dampak yang rendah terhadap sumber daya alam yang dijadikan sebagai obyek wisata; (2) melibatkan stakeholders (perorangan, masyarakat, eco-tourists, tour operator dan institusi pemerintah maupun non pemerintah) dalam tahap perencanaan, pembangunan, penerapan dan pengawasan; (3) menghormati budaya-budaya dan tradisi-tradisi lokal; (4) menghasilkan pendapatan yang pantas dan berkelanjutan bagi para masyarakat lokal, stakeholders dan tour operator lokal; (5) menghasilkan pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai obyek wisata; (6) dan mendidik para stakeholders mengenai peranannya dalam pelestarian alam.
Pengembangan obyek ekowisata harus selalu berpedoman pada prinsip-prinsip ekowisata dan pariwisata berkelanjutan agar tercapai tujuan pengembangan ekowisata yakni ekowisata yang berkelanjutan (sutainable ecotourism). Ada tujuh hal penting yang harus dilakukan oleh operator ekowisata dalam upaya mewujudkan ekowisata yang berkelanjutan sebagaimana yang disebutkan oleh The Ecotravel Center (2002) dalam www.world-toirism.org.omt/ecotourism2002.html, yaitu; (1) mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang dijadikan sebagai obyek ekowisata, (2) meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan di sekitar obyek ekowisata dan mendukung program pembangunan berkelanjutan, (3) pengurangan konsumsi terhadap sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, (4) melestarikan kearifan-kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat lokal, (5) mengutamakan usaha-usaha pendukung kegiatan ekowisata yang dimiliki oleh masyarakat lokal, (6) mendukung usaha-usaha pelestarian lingkungan, dan (7) memberikan kontribusi terhadap pelestarian biodiversitas yang ada di lingkungan yang dijadikan sebagai obyek ekowisata.